Tabrak Belakang: Proses Hukum, Sikap Polisi, dan Kegundahan Saya

Mobil Ringsek Akibat Tabrak Belakang

Empat hari yang lalu mobil saya mengalami tabrak belakang, terseruduk bis malam dari perusahaan terkenal. Sedih? Hampir tak sempat. Kalau kaget, sangat. Sangat kaget. Karena saya tak sedang di sana, hanya dikabari oleh Ibu, yang duduk di kursi penumpang, di sebelah keponakan saya yang mengemudi.

Saya terkejut karena beliau menelepon sambil tersedu. Yang saya ingin tahu hanya kondisi beliau dan siapapun yang ada dalam mobil itu. Selebihnya, sama sekali tak terpikirkan. Begitu Ibu bilang tertabrak bis dalam kecelakaan beruntun, cuma satu yang terpikir, memastikan semua keluarga saya selamat. Itu saja.

Alhamdulillah, semua selamat, tidak ada cedera serius, kecuali shock yang mungkin masih tersisa sampai sekarang. Hanya saja kondisi mobil saya ringsek parah, depan belakang samping kiri kanan. Remek. Saya betul-betul cuma bisa bersyukur karena ibu dan keponakan saya diselamatkan, walau kondisi mobil kami terimpit di antara bis dan mobil lain.

Jadi, ceritanya, pagi hari sekitar pukul 5.30, terjadi kecelakaan tunggal pada cargo Air Asia. Mobilnya terjungkal dan mengakibatkan antrian di tol JORR km 47. Keponakan saya yang hendak mengantar Ibu ke Bekasi menemui uwak, melambatkan mobil ketika melihat antrian. Di depannya ada Alphard jarak sekitar 3 meteran.

Tiba-tiba, dari arah belakang mereka merasakan dorongan berkecepatan tinggi, mobil tak bisa dikendalikan sama sekali, terseruduk beberapa meter sampai menubruk Alphard di depannya. Badan mobil ringsek, depan belakang maupun kiri-kanan, kaca pecah, pintu macet dan penyok-penyok. Tapi yang terpenting, mukjizat dari Tuhan, ibu dan keponakan saya diberi perlindungan. Mereka berdua dibantu keluar oleh orang-orang di sekitar. Lewat jendela yang pecah. Karena pintu tak bisa dibuka.

Saya tidak bisa membayangkan shock macam apa yang mereka rasakan. Saya hanya bisa pura-pura tenang, menenangkan Ibu, dan membesarkan hati keponakan. Saya pikir tugas kami saat itu hanyalah memulihkan diri secara fisik maupun mental, serta mengikhlaskan kehilangan materi. Taksiran kami, mobilnya hampir tak bisa diperbaiki. Kalaupun bisa, sangat riskan untuk dikendarai lagi. Dan saya pikir itulah tugas saya, untuk ikhlas dan menghibur keluarga.

Tetapi, di balik musibah itu ternyata ada cobaan kesabaran lain yang lebih sukses membuat saya emosi. Yap, pengalaman berurusan dengan proses hukum dan sikap polisi.

Ya, memang sih, pada akhirnya semua berakhir dengan "baik". Dikatakan baik karena saya tidak perlu lagi memperpanjang perkara, setidaknya kelelahan fisik dan psikis kami setelah kejadian mengagetkan tersebut tidak perlu diperpanjang lagi, walau sebagian kerusakan dan kerugian memang tidak terelakkan. Tetapi, jungkir balik proses di belakangnya inilah yang ingin saya bagi. Barangkali bisa berguna untuk yang mengalami kejadian serupa.

Jadi, dalam kasus saya, tabrak belakang ini terjadi karena bis sedang dalam kecepatan tinggi di jalur kanan, dan tidak bisa mengerem ketika ada antrian. Posisi mobil saya mau mengantri, dan masih jarak aman dari kendaraan di depan. Nah, selanjutnya akan saya ceritakan secara kronologis kejadiannya, sekaligus proses di kantor polisi dan beberapa hal yang mungkin bisa diperhatikan jika mengalami tabrak belakang.

1. Sesaat Setelah Kejadian
Jangan panik. Tenangkan diri. Pastikan keselamatan kita dan orang-orang yang bersama kita. Jika mobil masih bisa berjalan, menepilah ke tempat aman. Kemarin, kondisi mobil saya tidak bisa bergerak, sehingga yang dilakukan ibu dan keponakan saya adalah berusaha keluar dari mobil yang ringsek dan terimpit. Dalam kondisi tersebut, mintalah bantuan pada orang terdekat.

Alhamdulillah kondisi fisik ibu dan keponakan saya baik-baik saja, jadi bisa keluar dari mobil dengan aman. Tetapi, jika terjadi cedera, sebaiknya jangan jangan langsung mengubah posisi korban. Terutama jika curiga terjadi cedera pada tulang belakang. Segera telepon ambulans (118 atau 119) dan polisi (110).

Jika petugas belum datang, dan kondisi fisik memungkinkan, catatlah identitas penabrak, nama, nomor polisi, jenis kendaraan, tanda pengenal dan kontak yang bisa dihubungi. Jangan emosi. Jangan main hakim sendiri. Di tahap ini, yang terpenting adalah memastikan keselamatan, serta memastikan penabrak tidak meninggalkan tempat kejadian. Sebisa mungkin, dokumentasikan detail peristiwa. Ambil foto atau video, dan tetap perhatikan keselamatan saat melakukannya.

Kemarin, petuga Patroli Jalan Raya (PJR) datang cukup cepat ke jalan tol tempat terjadinya kecelakaan, sehingga petugas dapat mencatat keterangan. Perlu diingat, bahwa kecelakaan lalu lintas (laka lantas) bukan delik aduan, sehingga tetap akan diproses walaupun kita tidak membuat laporan. Justru harus dihindari untuk menyetujui damai begitu saja. Lebih baik ikuti saja proses hukumnya. Kecuali jika kerusakannya memang ringan dan tidak perlu dipermasalahkan.

2.  Setelah Petugas Datang
Berikan keterangan yang jelas, ceritakan detail peristiwa, sekaligus tunjukkan dokumentasi jika ada (terutama jika kondisi tempat kecelakaan sudah berubah, posisi mobil berbeda, dan beberapa saksi mungkin telah meninggalkan tempat kejadian). Pada tahap ini, petugas juga akan mengumpulkan bukti-bukti dari TKP. Termasuk, kendaraan kita.

Nah, sepaham saya, kendaraan yang mengalami tabrakan dua-duanya diperlakukan sebagai barang bukti. Tetapi, kemarin, sopir dan bis yang menabrak dibiarkan meninggalkan tempat kejadian. Dengan alasan mengantar penumpang. Padahal, saat itu perwakilan dari perusahaan bis sudah ada, dan bisa saja memanggil kendaraan dan sopir lain untuk mengangkut penumpangnya. Tetapi hal ini tidak dilakukan. Malah, bis tersebut langsung dipulangkan ke pool setelah menurunkan penumpang. Sementara, kendaraan saya disita, berikut SIM dan STNK keponakan saya.

Di bagian ini sebetulnya saya masih sedikit heran. Apalagi, sebelumnya sopir bis berkata sambil meminta maaf kepada kami, katanya rem-nya blong. Bukankah ini bisa menjadi salah satu bukti ketidaklaikan kendaraan? Tetapi karena saat itu kami masih shock, belum ada yang berpikir ke arah sana.

Jadi, saya kira penting untuk dicatat, jika kendaraan kita akan diperlakukan sebagai barang bukti, maka tanyakan juga bagaimana status kendaraan yang bertabrakan dengan kita.

3. Di Kantor Polisi
Ada beberapa hal yang terjadi di sini. Yang pertama tentu saja kami semua dimintai keterangan. Termasuk pengemudi bis (ditemani oleh perwakilan dari perusahaan bis yang nampaknya sudah mengenal para polisi). Yang kedua, kami ditawari berdamai.

Menurut keterangan LBH yang saya telepon, polisi memang memiliki hak diskresi, yakni hak untuk menetapkan keputusan pada suatu pelanggaran hukum yang ditanganinya. Termasuk memutuskan untuk membatalkan proses penyidikan karena diharapkan pihak yang bersengketa mau berdamai.

Jadi, walaupun laka lantas ini bukan delik aduan, dan teorinya akan tetap diproses tanpa laporan dari pihak korban, tetapi polisi boleh menghentikan sebelum diproses lebih lanjut secara hukum. Sesungguhnya terdengar agak abu-abu bagi saya. Karena pertimbangan dalam menggunakan hak diskresi ini adalah sesuai 'hati nurani' yang memang agak sulit untuk 'dibuktikan'.

Nah, di sinilah kami diberi pilihan. Mau damai dengan penabrak, atau biarkan proses hukumnya berjalan? Dan, karena ini merupakan tabrakan beruntun, mobil kami yang 'berkontak' (alias menubruk) mobil di depannya (Alphard) juga harus diproses tersendiri. Dalam arti, pemilik Alphard ini bisa saja menuntut kami dan membawa prosesnya ke pengadilan. Walaupun dalam prakteknya saya menubruk Alphard karena diseruduk dari belakang.

Maka begitulah, pihak kami harus menyelesaikan prosesnya satu per satu. Pertama dengan pihak Alphard, yang kedua dengan pihak bis. Padahal, mobil kami-lah yang paling ringsek. Hiks... sedih sih. Dan merasa ingin berkata, "Hei, harusnya kami dilindungi, nih! Ibu saya saja masih shock dan tensinya belum stabil." Tetapi, begitulah. Proses tersebut harus kami jalani.

Ada satu hal yang saya kira perlu diperhatikan di tahap ini, yaitu, usahakan ketika berunding kita didampingi oleh orang yang memahami proses hukum, orang yang mengerti berurusan dengan pihak berwenang, atau paling tidak orang yang fasih dan disegani, Pak RT juga boleh, misalnya. Karena dalam kondisi tersebut, kita sendiri masih shock dengan kejadiannya dan mungkin sulit berpikir jernih. Apalagi kalau yang berhadapan dengan kita pihak perusahaan bis, yang pastinya sudah berpengalaman dalam menghadapi kejadian semacam ini. Sehingga bisa saja ketidaktahuan kita menjadi celah yang merugikan.

Lalu, kalau berdamai dan tidak dicapai kesepakatan bagaimana? Kalau diproses melalui jalur hukum bagaimana? Jika sudah diputuskan bahwa penabrak itu yang bersalah, apakah kita bisa meminta ganti rugi? Kepada siapa kita meminta ganti rugi, kepada pengemudi bis atau perusahaannya? Bagaimana prosedurnya? Karena post ini sudah kepanjangan, maka insyaAllah pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya uraikan di post berikutnya.

Sekian dulu tulisan kali ini, semoga bermanfaat dan semoga kita semua dijauhkan dari musibah. Aamiin.

No comments