Belokan di jalan yang bernama kehidupan, bagi saya selalu menyelipkan sedikit gamang. Ke mana lagi kami akan dibawanya? Benarkah kami harus berbelok di depan? Tidakkah kami bisa menempuh jalan yang sama, yang sebelumnya telah kami perkirakan? Dan banyak pertanyaan lainnya.
Tetapi, satu-dua hari berlalu saya memutuskan untuk berserah. Memang, saya masih melangitkan banyak permintaan dan harapan, masih berdoa agar kabar ini tidak berlanjut menjadi belokan yang tak diinginkan. Masih meminta agar apa yang selama ini kami lakukan bisa membawa kepada kebaikan yang kami harapkan. Tetapi, saya pun berusaha menyadari, bahwa apa yang tidak saya harapkan bisa jadi membawa sesuatu yang saya butuhkan dalam kehidupan. Barangkali ada pelajaran-pelajaran yang harus saya renungkan, barangkali justru di sanalah ada kebaikan-kebaikan yang tidak saya perkirakan.
Masih ada banyak hal yang harus saya pelajari dalam kehidupan. Saya hanya berharap, apapun yang menunggu di depan, dapat membantu saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dewasa, bijak, dan berkesadaran.
Sedikit demi sedikit, beban di hati saya mulai terangkat. Sedikit demi sedikit, saya kembali merasakan kelegaan. Dan di suatu pagi, sebuah kesadaran menyelinap ke dalam benak, bahwa kemurahan-Nya adalah kelapangan yang saya rasakan, kemurahan-Nya adalah ketenangan dan ketentraman yang diberikan pada saat-saat yang meresahkan, kemurahan-Nya adalah keyakinan dan penerimaan yang disisipkan ke dalam hati dan jiwa seseorang, hingga ia masih bisa berjalan menyambut apa yang ada di hadapan. Sebagai seseorang yang pernah kehilangan perasaan-perasaan ini, saya hanya bisa bersyukur dapat menemukannya kembali.
Dan pada akhirnya, ketika orang tua saya mengirimi foto keponakan sedang joget-joget diiringi lagu mojang priangan, saya kembali tertawa lepas. Begitu pula ketika menemukan jajanan semacam roti goreng yang hanya dijual di saat-saat udara dingin di sini, saya kembali bisa menikmatinya dengan hati yang lega dan bahagia.
Saya nggak tahu gimana menghubungkannya dengan judul yang saya tulis di atas. Tetapi, rasa-rasanya, itulah salah satu definisi kebahagiaan bagi saya, kemampuan untuk menerima pahit manis kehidupan dengan hati yang lapang. Kemampuan yang tidak selalu bisa saya lakukan, tetapi ketika diberikan kesempatan merasakannya, hati saya menjadi tentram.
Ditulis kemarin, tapi saya rapel hari ini ngepostnya. Hari ke-9.
ReplyDelete