Jujur, saya bukan anak yang memiliki hubungan harmonis sepanjang masa dengan orang tua. Ada masa-masa di mana saya merasa sakit hati dan terluka, bahkan mungkin membenci mereka. Tapi, seperti kata Tan Gi, nggak ada orang tua yang sempurna. Dan saya termasuk orang yang percaya, bahwa menerima orang tua dengan segala kekurangan dan kelebihannya yang keren-keren, adalah jalan menuju penerimaan diri pula.
Bagaimanapun, apa yang ada pada diri mereka, turut membentuk diri saya pada saat ini, termasuk kenapa saya jadi keren begini. Karena itulah, apa yang akan saya tulis di sini adalah hal-hal baik yang saya ingat tentang mereka. Meski begitu monmaap ya mah, pak, kalau keceplosan dikit-dikit yang kurang berkenan. *udah kayak mereka bakal baca aja.
Baiklah, kita mulai dari ibu. Ibu, menurut saya, adalah orang yang akan survive ketika dilemparkan pada situasi apapun. Ibu nggak bisa menyerah begitu saja. Beliau bukan orang yang akan berhenti ketika melihat jalan yang tertutup. Kalau perlu menggali lewat gorong-gorong, ya menggali, kalau perlu manjat tembok, ya manjat. Ibu mengajarkan kepada saya, sebuntu apapun kelihatannya, bisa jadi ada celah di tempat-tempat yang tak terduga, asal saya nggak berhenti untuk mencari.
Ibu menyandang status Ibu Rumah Tangga, tapi sesungguhnya dia perempuan pengusaha yang sangat tangguh dan berkemauan keras. Ia meretas jalan dengan kaki dan tangannya sendiri. Beliau merintis usaha jahit, meningkat bikin salon, bikin persewaan tenda dan pelaminan, dalam situasi yang tidak mudah. Beliau terbiasa mencari jalan sendiri. Mungkin karema itu pula di mata saya beliau cenderung suka mengatur dan keras kepala. Sama kayak anaknya.
Ibu punya keterampilan yang luar biasa. Menjahit beragam mode, bikin bermacam-macam kue kering, menghias kue tart, memotong rambut berbagai model, mengeriting, make up, dan lain sebagainya, adalah hal-hal yang terampil beliau kerjakan, tapi nggak nurun kepada saya. Bukti kalau keterampilan itu datangnya dari ketekunan, ga semata-mata diturunkan. Berhubung saya ga tekun belajar hal-hal itu, saya aja baru bisa masak menjelang umur 30an. Dan boro-boro dandan lengkap, pinsil alis aja nggak punya sampai sekarang.
Ibu juga punya suara yang bagus. Halimpu, kalau kata orang Sunda. Sewaktu kecil, dalam hati saya suka bertanya-tanya, mengapa suara ibu kayak ada musiknya? Di telinga saya, suara Ibu merdu sekali. Lagu-lagu kesukaannya tentu saja lagu Sunda, yang sering beliau setel kencang-kencang dan bikin saya gemes pingin ganti pakai lagu si Ular Putih serta Trio Kwek-Kwek.
Satu lagi kelebihan ibu yang sangat menonjol. Kemauan belajar beliau yang tidak kenal usia. Walau tidak bekerja kantoran, tidak pernah kuliah, tidak bekerja di sektor formal, ibu saya masih semangat belajar komputer untuk meningkatkan kemampuan. Pada waktu itu smartphone belum bertebaran kayak sekarang. Begitu smartphone ramai digunakan, di antara bapak, kakak, dan ibu, ibu-lah yang paling pertama mahir menggunakannya. Sekarang, hobi beliau adalah memvideokan cucu-cucunya, juga tempat-tempat yang dikunjunginya.
Kini, kita beranjak ke Bapak. Kalau ibu adalah struktur, yang keras, yang suka mengatur, yang memberi bentuk di keluarga kami, Bapak adalah shockbreakernya. Bapak barangkali adalah bantalan, biar kami tidak terbentur terlalu keras. Bapak cenderung selow dan menikmati kehidupan. Bapak adalah tipikal orang yang membiarkan takdir menemuinya, yang mempercayakan diri pada aliran kehidupan.
Bapak sangat dekat dengan alam. Beliau bisa menghabiskan berjam-jam di kebun atau kolam ikan. Tidak ada yang tak subur jika ditanam Bapak. Daun bawang jadi raksasa, kacang panjang menjulur ngalah-ngalahin tinggi anaknya. Daun-daun tanaman hias hijau, lebar, berkilau. Buah-buahan, umbi-umbian, sayur-sayuran, tumbuh lebat dan berlimpah.
Bapak saya senang bekerja dengan tangan. Ia mengerjakan sendiri pembuatan perabotan di rumah kami. Ia membuat pagar, teralis, meja, kursi, rak, bahkan nembok untuk bikin tempat cuci piring. Beliau juga mengganti tegel, mengecat, dan melakukan berbagai perbaikan di rumah dengan tangannya sendiri.
Bapak tidak terlalu memikirkan perkataan orang lain. Hidup baginya dibuat simpel. Kadang cenderung terlalu cuek. Beliau tidak suka anggah-ungguh berlebihan. Sikap dan perkataannya apa adanya. Beliau bukan jenis orang yang memendam dan menyembunyikan, apa yang tampak di luar adalah apa yang ada di dalam hatinya.
Itulah Ibu dan Bapak saya, yang telah banyak memberikan pelajaran kehidupan kepada saya. Tentu masih banyak hal yang belum terungkap tentang mereka. Tetapi paling tidak, saat ini, itulah kelebihan-kelebihan mereka yang paling saya ingat. Sehat-sehat selalu, Pak, Mah, panjang umur, rukun-rukun, dan bahagia. Aaaamiiin.
Setelah nunda berhari-hari, akhirnya saya ngelanjutin juga challenge ini. Harusnya ini challenge hari ke-5. Tapi saya geser ke hari ke-7. Happy reading!
ReplyDeletebapakmu mirip abahku, pinter dan serba bisa 👍
ReplyDelete